JANGAN SALAH MENDIDIK (bagian 2)
penyusun: Ust. Zaenal Abidin bin Syamsudin, Lc
5. Motivasi yang Kurang Tepat
Kesalahan orangtua atau guru dalam memberi motivasi kepada anak
didiknya bisa memberi dampak yang kurang baik. Misalnya, mendoromg anak
berprestasi dengan hadiah yang menggiurkan, atau memotivasi anak
berprestasi agar tidak tersaingi oleh teman-temannya, atau memotivasi
anak agar bangga dengan prestasi yang telah dicapainya. Motivasi yang
demikian itu akan merusak watak dan pribadi anak, karena anak terdorong
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu bukan karena Allah, melainkan
karena ingin berprestasi dan mendapat hadiah yang menggiurkan.
Parahnya lagi, hanya untuk mengejar hadiah
yang dijanjikan, si anak bisa saja menghalalkan segala cara, dengan
mencontek atau berbuat curang lainnya, yang penting hadiah didapat.
Alhasil, bila dia tidak bisa berprestasi, maka dia akan menjadi
orang yang frustasi dan malas belajar, sedangkan pada anak yang
didorong agar tidak tersaingi oleh teman-temannya akan timbul sifat
angkuh, sombong dan egois. Dan anak yang dimotivasi agar bangga dengan
prestasi yang dicapainya, tumbuh menjadi anak yang tidak pandai
bersyukur kepada Allah; ia hanya bersemangat menuntut ilmu, tapi
kehilangan kendali bila gagal.
6. Membatasi Kreativitas Anak
Ada sebagian orangtua yang membatasi, memaksa dan selalu menentukan
kreativitas anak. Ini akan mengekang bakat anak, membuat anak kurang
percaya diri, tidak pandai bergaul, dan cenderung memisahkan diri dari
teman-temannya. Seharusnya orangtua mengarahkan, membimbing, mendorong
dan memberi fasilitas agar anak mengembangkan kreativitasnya sepanjang
kreativitas itu tidak melanggar syariat, tidak merugikan dan mengganggu
orang lain, dan bermanfaat untuk diri maupun agamanya. Anak yang
merasa didukung kreativitasnya akan tumbuh dengan kepala yang penuh ide
cemerlang dan menjadi orang yang bertanggung jawab, sekaligus menjadi
anak yang bangga dengan orang-tuanya.
7. Membatasi Pergaulan
Kadang, karena tidak ingin anak terpengaruh oleh perilaku buruk teman
bergaulnya, orangtua bertindak sangat protektif terhadap anaknya.
Bahkan, anak tak boleh “nimbrung” jika orang tuanya sedang menerima
tamu. Atau, anak hanya diperbolehkan bergaul dengan teman-teman tertentu
yang belum tentu shalih, tapi justru dilarang mendekati temannya yang
shalih, paham As-Sunnah dan rajin beribadah.
Sikap orangtua seperti di atas membuat anak menjadi pemalu dan tidak
pandai bergaul, atau akan membuat anak mudah merendahkan orang lain
yang dianggap tidak selevel dengannya.
Orangtua bijaksana akan mengawasi pergaulan anak-anaknya, tanpa
terlalu membatasi tapi juga tidak membiarkan anak bergaul bebas.
Orangtua harus selalu mengingatkan dan memantau agar anak bergaul
dengan orang-orang shalih, yang paham As-Sunnah, rajin beribadah dan
berakhlak mulia serta teman-teman yang bisa memotivasinya menjadi orang
yang bermanfaat untuk diri, agama, orang tua dan orang di sekitarnya.
8. Tidak Disiplin dan Kurang Tertib
Ketidakdisiplinan dan kurang tertibnya orang tua dalam mendidik anak
akan membuat anak juga tidak disiplin dan tertib dalam menjalani
hidupnya. Orangtua dan para pendidik harus menanamkan hidup disiplin
dan tertib sejak usia dini sehingga anak terbiasa hidup disiplin dan
tertib dalam menunaikan tugas-tugas harian, terutama yang terkait
dengan kewajiban agama dan ibadah kepada Allah, tugas rumah dan tugas
sekolahan. Anak harus dilatih untuk membiasakan shalat fardhu tepat
waktu dan berjemaah di masjid (bagi anak laki-laki), melatih diri untuk
berpuasa, serta menaati perintah orangtua dalam kebaikan, bukan dalam
kemaksiatan.
Setiap orangtua atau pendidik hendaknya membuatkan jadwal rutin
harian, yang berkaitan dengan ibadah, tugas harian maupun tugas
sekolah, dan orangtua harus senantiasa mengontrol dan mengawasinya
jangan sampai ada yang terlewatkan.
9. Hanya Pendidikan Formal
Sebagian orangtua sudah merasa cukup mendidik anak bila sudah memberi
mereka pendidikan formal atau kursus bimbingan belajar. Padahal,
kebanyakan lembaga tersebut mengajarkan ilmu keduniaan saja, tanpa
memedulikan kebutuhan prinsipil seperti pendidikan akidah, pembinaan
akhlak dan pendidikan yang berbasis pada kemandirian. Alhasil, lulus
dari pendidikan formal, anak tidak bisa menghadapi realitas dan
persaingan hidup. Sebab, kebutuhan ilmu sang anak tidak dapat dipenuhi
hanya melalui madrasah saja.
Dengan kata lain, setiap anak harus membekali dirinya dengan
berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan realitas hidup, perkembangan
teknologi, bisnis, informasi, komunikasi, situasi terkini, dunia
tumbuhan dan binatang. Dan untuk itu, orangtua haruslah aktif dan
selektif dalam memilihkan bacaan, yaitu memilihkan bacaan yang
bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Karenanya,
pendidikan non formal, terutama pendidikan agama mutlak diperlukan,
karena dengan pendidikan inilah si anak akan dapat menyaring, mana ilmu
teknologi, bisnis, komunikasi, dan segala hal yang bermanfaat atau
justru berpotensi merusak akidah maupun akhlak seseorang.
10. Kurang Mengenalkan Tanggung Jawab
Orangtua harus menumbuhkan kesadaran dan rasa tanggung jawab yang
tinggi pada anak-anaknya akan tugas dan kewajiban mereka, baik yang
terkait dengan urusan agama maupun dunia. Masing-masing harus merasa
bahwa tugas sekecil apa pun merupakan amanah yang harus diemban dan
beban tanggung jawab yang harus dipikul sepenuh kemampuan. Anak harus
dilatih untuk lebih dahulu menunaikan kewajiban dari pada menuntut
haknya baik hubungannya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun kepada
sesama manusia terutama kepada orangtua, sanak-kerabat dan
teman-temannya.
Orangtua harus mengenalkan kepada anak-anaknya tanggung jawab kepada
agama, diri, dan lingkungannya. Bahkan anak harus dikenalkan pada
kewajiban zakat, infak dan sedekah, menyantuni anak yatim dan
fakir-miskin agar tumbuh rasa tanggung jawab dan sensitivitasnya pada
agama dan lingkungan, baik lingkungan rumah maupun sekolah.
11.Khawatir yang Berlebihan
12.Kurang Sabar dalam Menerima Hasil
13.Curiga Berlebihan
14.Menjauhkan Anak dari Orang Shalih
keterangan poin 11-14, edisi depan, insya allah…
dari buku:
judul: “Untukmu Anak Shalih”
penyusun: Ust. Zaenal Abidin bin Syamsudin, Lc
penerbit: rumah penerbit al-manar
halaman: 38-42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar